Friday, November 6, 2009

Zahra Dan Jilbab




Nikmatnya rehat setelah lelah meghampiri Zahra yang kini kian sibuk dengan persiapan skripsinya. Akhir-akhir ini mahasiswi Universitas Ahmad Dahlan Fakultas kesehatan masyarakat ini sibuk dalam upanya pencarian data baik dari segi literatur maupun research penunjang guna menyelesaikan tugas akhirnya setelah empat tahun menggeluti bidang itu.

Zahra yang kerap dijuluki WTS alias wanita tahan sumuk karena selalu tampil rapi dalam balutan jilbabnya yang menjulur hingga menutupi dada ini tinggal di daerah Umbul Harjo tak jauh dari area kampusnya. Zahra tinggal bersama Farah teman satu costnya yang baru menginjak semester lima, kebetulan mereka sesama mahasiswi FKM. Hari-hariny tak lepas dari bacaan Al-qur’an, setiap selesai sholat wajib ia selalu sempatkan diri untuk membaca kalamullah. Tak heran jika wajahnya tampak cerah oleh cahaya wudu yang selalu ia jaga.

*****

Siang itu hari sabtu selesai dari kegiatan dikampus Zahra berniat mengunjungi neneknya yang tinggal di kabupaten Bantul tak jauh dari tempat wisata Parangtritis. Sekedar untuk merefreh diri ketika penat menyapa sambil merenungi indahnya kuasa Ilah biasanya ia berkunjung kesana. Maklum masa kecilnya banyak ia habiskan di sana bersama saudara-saudara sepupu serta teman kecilnya, sehingga rasa kangen akan suasana laut pun terkadang muncul pada sosok gadis yang kian dewasa ini.

Sesampainya di jalan Paris tepatnya di daerah JOKTENG (Pojok Benteng) Zahra turun dari KOBUTRI lalu beralih kendaraan yang akan mengantarnya menuju rumah dimana tempat neneknya tinggal. Zahra menghampiri ELF yang berjejer paling depan menandakan bahwa kendaraan itu akan segera berjalan. Tampak ada kursi kosong disamping cewek berbaju coklat dengan kuncir rambut dikepalanya yang tengah asyik dengan buku bacaanya “GARA-GARA JILBABKU?”. Senyum kecil Zahra lontarkan kepada gadis itu tanda minta dipersilahkan untuk duduk bersamanya.

“Kelihatanya bacaanya asyik mbak?” ucap Zahra memulai percakapan. Gadis itu hanya senyum simpul menimpali ucapan Zahra.
“Buku baru ya?” lanjut Zahra. “Iya, baru saya dapat dari Gramedia kemarin” jawab gadis itu.
“Kok bukunya tentang jilbab, maaf mbaknya muslimah?”
Gadis itu hanya mengangguk sambil senyum.

Percakapan pun berlanjut antara keduanya. Gadis yang berkuncir itu menceritakan kepada Zahra bahwa ia sebenarnya ingin mengenakan jilbab namun keraguan kadang masih muncul dihatinya, alasan belum siap dan lain-lain terkadang masih hinggap dipikiranya, belum lagi masalah tidak bebas bergerak karena beberapa instansi masih ada yang mencanangkan aturan harus tidak berjilbab jika ingin bergabung dengan instansi itu.

Zahra menanggapi apa yang dituturkan gadis berkuncir itu, bahwa semuanya tergantung pada niat, jika tekad kita kuat untuk menjalankan perintah-Nya mestinya rasa ragu itu harus dibuang jauh-jauh. Jilbab adalah ciri khas muslimah agar dapat dibedakan dari wanita-wanita kafir. Apa seorang muslim mau dikatakan kafir? Tentunya dari hati kecil yang paling dalam akan mengatakan “tidak”. Nah disitulah letaknya kenapa muslimah harus dibedakan bahkan dari segi penampilan pun. Ada suatu hadits yang mengatakan bahwa “barang siapa yang mengikuti suatu golongan, maka orang tersebut termasuk golonganya”. Nah jika tidak ingin dikatakan seperti mereka (wanita-wanita kafir) tentunya cara berpakaian pun hendaknya tidak mengikuti ala mereka yang tidak mengindahkan jilbab. Lagi pula dengan berjilbab tidak akan mengurangi kecantikan seorang muslimah, bahkan tampak lebih anggun dengan berjilbab.

Obrolan yang cukup panjang telah berlanjut namun mereka lupa saling memperkenalkan diri masing-masing.

“Maaf kalau boleh saya tahu nama mbak siapa?” tanya gadis yang berkuncir itu
“Zahra”…”Namamu?” Zahra berbalik tanya kepada gadis yang berkuncir itu.
“nama saya Firdausi, biasa dipanggil Firda”
“Nama yang bagus” sanjung Zahra kepada Firda
“Saya tinggal di Jokteng, kapan-kapan mbak Zahra bisa mampir ke tempat saya”
“InsyaAllah” ucap Zahra.

Firda mahasiswi politeknik kesehatan Yogyakarta jurusan analis kesehatan kerap kali mengunjungi perpustakaan umum terdekat. Penampilanya yang selalu rapi namun belum dibalut oleh jilbab, ia masih ragu untuk menutup mahkotanya dengan kain penutup dengan alasan belum siap. Padahal ia tahu jika seharusnyalah jilbab dikenakan oleh seorang muslimah.

*****

Rumah nenek Zahra sudah semakin dekat, Zahra berpamitan kepada Firda untuk turun duluan, sedangkan Firda masih melanjutkan perjalananya menuju kampung sebelah untuk penelitian tentang kadar air laut guna melengkapi tugas kampusnya.

Sesampainya di rumah nenek tampak nenek tengah menikmati hawa sore dihalaman rumahnya yang dipenuhi oleh pepohonan melinjo disana. Sedangkan kakeknya tengah asyik memberi makan ikan-ikan lele pada kolam berukuran 2 x 3 itu.

“Assalamualaikum” sapa Zahra kepada neneknya
“Waalaikum salam warahmatullah” jawap nenek sambil menyambut cucu cantikya itu.
“piye kabarmu nduk? Mbah kangen”
“Alhamdulillah, Zahra sae mbah”

Peluk dan cium menyambut haru pertemuan itu karena cukup lama Zahra tidak menengok neneknya, persiapan tugas akhir memang cukup menyita waktu Zahra sehingga hampir tiga bulan ia tidak mengunjungi neneknya. Biasanya setiap dua minggu sekali Zahra menghabiskan week end di Bantul, alih-alih dari pada jauh pulang ke Kudus sehingga ia gunakan untuk berkunjung kepada nenek.

*****

Rupanya Firda masih terngiang-ngiang dengan kalimat-kalimat yang diucapkan Zahra sepanjang perjalanan kemarin. Pagi itu usai megunjungi perpustakaan dikampusnya Firda meluncur ke Umbul Harjo sekedar main ke tempat Zahra. UAD tampak tak jauh dari pandanganya, Firda mencoba menghubungi Zahra.

Ditdit…ditdit…Tanda ada SMS masuk di poncell Zahra, “mb’Zahra lg dmn?, sy skrg di UAD dpan pntu utama”…sender : Firda

Zahra yang tengah asyik dengan komputernya ditemani irama nasyid Raihan al-I’tiraf segera menuju pintu utama kampus UAD. Dijumpainya Firda yang tengah menunggu dirinya sambil menikmati terik mata hari siang itu.

“Assalamualaikum” sapa Zahra kepada Firda
“Waalaikum salam” jawab Firda

Kemudian Zahra mengajak Firda ke tempat Costnya. Terlihat Farah telah mempersiapkan jamuan alakadarnya untuk Firda. “adekku yang satu ini memang pengertian” Canda Zahra kepada Farah. “Iya dong…” lanjut Farah.

“Ayo diminum Firda” ucap Zahra mempersilahkan Firda.

Obrolan antara mereka pun berlanjut, suasana pukul 14.00 lumayan panas, namun nikmatnya es kelapa muda yang mengalir dikerongkongan dapat menghilangkan dahaga itu. Kembali kepada niat Firda untuk berjilbab. Terlihat keseharian Zahra dan Farah anggun dalam balutan jilbab yang menjulur menutupi dada, “sedang aku masih belum mengenakanya” gumam Firda dalam hati.

Zahra membuka lemarinya mengambil jilbab kesukaanya, diberikanya jilbab itu kepada Firda dengan senyum manis Zahra berkata “ambillah ini Firda, ini jilbab kesukaanku, semoga keraguan itu segera hilang dari benakmu dan untuk melaksanalan niat baik, hendaknya jangan di tunda-tunda”

“InsyaAllah” ucap Firda sambil menerima jilbab pemberian Zahra.

“Dengan berjilbab kamu akan tampak indah seindah namamu…Firdausi…semoga kelak kita akan dipertemukan di surga Firdaus nanti”

“Amiin” ucap Farah mengamini kata-kata Zahra

*****

Pagi Itu sekitar pukul 07.00 Zahra tengah mempersiapkan diri untuk pergi ke kampus, ketika itu Farah tidak sedang bersamanya. Tiba-tiba ia dapati benda-benda diruangan itu berjatuhan, computer pun bergeser hingga jatuh dari tempatnya. Zahra tampak bingung dengan keadaan ini, “ada apa ini?” gumamnya dalam hati. Terdengar teriakan-teriakan dari luar, dilongoknya suasana luar dari jendela, tampak terdengar teriakan “gempa…Allahuakbar…” serta teriakan-teriakan lain yang tak terdengar jelas. Seketika itu Zahra pun cepat-cepat buka pintu lalu keluar berlarian bersama orang-orang yang berusaha menyelamatkan diri.

Ditengah upayanya berlari untuk menyelamatkan diri Zahra tersadar ternyata mahkotanya tidak tertutup oleh jilbab, seketika itu ia berbalik arah berlari cepat guna mengambil jilbab ditempatnya tinggal. Baru saja ia menggapai jilbabnya Zahra tak dapat lagi keluar bersama reruntuhan bangunan akibat goncangan yang dahsyat itu. Nyawanya tak dapat diselamatkan, demi mempertahankan jilbabnya Zahra rela
menyerahkan dirinya kepada yang maha kuasa.

Betapa amat sedihnya Farah ketika mendapati jenazah Zahra masih tetap dalam balutan jilbabya setelah efakuasi yang dilalukan oleh beberapa tim sukarelawan.

Seminggu setelah kejadian itu Firda berusaha menghubungi Zahra namun poncellnya tidak dapat dihubungi. Akhirnya Firda mencoba menghubungi poncell Farah, dan kabar yang amat sangat mengejutkan bagi Firda. Baru saja Firda melaksanakan niat baiknya untuk berjilbab karena tertegun dengan bahasa-bahasa yang disampaikan Zahra dalam perjalanan lalu dan dalam pertemuanya yang belum lama ini. Firda teringan akan kata-kata terakhir Zahra “semoga kelak kita akan dipertemukan di surga Firdaus nanti”.

*****

Thaif, 19 Dzulqo’dah 1430 H. Di keheningan malam ditemani nasyid Al-I’tiraf (sebuah pengakuan) oleh Raihan.

2 comments:

  1. permisi ini temennya dian ya?aku cowonya dian salam kenal, blog nya bagus silahkan kunjungan balik ya?

    ReplyDelete
  2. smoga Allah slalu mlimpahkn rahmat-NYA kpd orng2 yg tdk lupa kpd kwajiban2 mreka kpda-NYA...n smga smangat zahra msh mlekt kpd zahra2 lain yg hdup d jman skrang...amiiin y robb...

    ReplyDelete