Friday, November 6, 2009

Zahra Dan Jilbab




Nikmatnya rehat setelah lelah meghampiri Zahra yang kini kian sibuk dengan persiapan skripsinya. Akhir-akhir ini mahasiswi Universitas Ahmad Dahlan Fakultas kesehatan masyarakat ini sibuk dalam upanya pencarian data baik dari segi literatur maupun research penunjang guna menyelesaikan tugas akhirnya setelah empat tahun menggeluti bidang itu.

Zahra yang kerap dijuluki WTS alias wanita tahan sumuk karena selalu tampil rapi dalam balutan jilbabnya yang menjulur hingga menutupi dada ini tinggal di daerah Umbul Harjo tak jauh dari area kampusnya. Zahra tinggal bersama Farah teman satu costnya yang baru menginjak semester lima, kebetulan mereka sesama mahasiswi FKM. Hari-hariny tak lepas dari bacaan Al-qur’an, setiap selesai sholat wajib ia selalu sempatkan diri untuk membaca kalamullah. Tak heran jika wajahnya tampak cerah oleh cahaya wudu yang selalu ia jaga.

*****

Siang itu hari sabtu selesai dari kegiatan dikampus Zahra berniat mengunjungi neneknya yang tinggal di kabupaten Bantul tak jauh dari tempat wisata Parangtritis. Sekedar untuk merefreh diri ketika penat menyapa sambil merenungi indahnya kuasa Ilah biasanya ia berkunjung kesana. Maklum masa kecilnya banyak ia habiskan di sana bersama saudara-saudara sepupu serta teman kecilnya, sehingga rasa kangen akan suasana laut pun terkadang muncul pada sosok gadis yang kian dewasa ini.

Sesampainya di jalan Paris tepatnya di daerah JOKTENG (Pojok Benteng) Zahra turun dari KOBUTRI lalu beralih kendaraan yang akan mengantarnya menuju rumah dimana tempat neneknya tinggal. Zahra menghampiri ELF yang berjejer paling depan menandakan bahwa kendaraan itu akan segera berjalan. Tampak ada kursi kosong disamping cewek berbaju coklat dengan kuncir rambut dikepalanya yang tengah asyik dengan buku bacaanya “GARA-GARA JILBABKU?”. Senyum kecil Zahra lontarkan kepada gadis itu tanda minta dipersilahkan untuk duduk bersamanya.

“Kelihatanya bacaanya asyik mbak?” ucap Zahra memulai percakapan. Gadis itu hanya senyum simpul menimpali ucapan Zahra.
“Buku baru ya?” lanjut Zahra. “Iya, baru saya dapat dari Gramedia kemarin” jawab gadis itu.
“Kok bukunya tentang jilbab, maaf mbaknya muslimah?”
Gadis itu hanya mengangguk sambil senyum.

Percakapan pun berlanjut antara keduanya. Gadis yang berkuncir itu menceritakan kepada Zahra bahwa ia sebenarnya ingin mengenakan jilbab namun keraguan kadang masih muncul dihatinya, alasan belum siap dan lain-lain terkadang masih hinggap dipikiranya, belum lagi masalah tidak bebas bergerak karena beberapa instansi masih ada yang mencanangkan aturan harus tidak berjilbab jika ingin bergabung dengan instansi itu.

Zahra menanggapi apa yang dituturkan gadis berkuncir itu, bahwa semuanya tergantung pada niat, jika tekad kita kuat untuk menjalankan perintah-Nya mestinya rasa ragu itu harus dibuang jauh-jauh. Jilbab adalah ciri khas muslimah agar dapat dibedakan dari wanita-wanita kafir. Apa seorang muslim mau dikatakan kafir? Tentunya dari hati kecil yang paling dalam akan mengatakan “tidak”. Nah disitulah letaknya kenapa muslimah harus dibedakan bahkan dari segi penampilan pun. Ada suatu hadits yang mengatakan bahwa “barang siapa yang mengikuti suatu golongan, maka orang tersebut termasuk golonganya”. Nah jika tidak ingin dikatakan seperti mereka (wanita-wanita kafir) tentunya cara berpakaian pun hendaknya tidak mengikuti ala mereka yang tidak mengindahkan jilbab. Lagi pula dengan berjilbab tidak akan mengurangi kecantikan seorang muslimah, bahkan tampak lebih anggun dengan berjilbab.

Obrolan yang cukup panjang telah berlanjut namun mereka lupa saling memperkenalkan diri masing-masing.

“Maaf kalau boleh saya tahu nama mbak siapa?” tanya gadis yang berkuncir itu
“Zahra”…”Namamu?” Zahra berbalik tanya kepada gadis yang berkuncir itu.
“nama saya Firdausi, biasa dipanggil Firda”
“Nama yang bagus” sanjung Zahra kepada Firda
“Saya tinggal di Jokteng, kapan-kapan mbak Zahra bisa mampir ke tempat saya”
“InsyaAllah” ucap Zahra.

Firda mahasiswi politeknik kesehatan Yogyakarta jurusan analis kesehatan kerap kali mengunjungi perpustakaan umum terdekat. Penampilanya yang selalu rapi namun belum dibalut oleh jilbab, ia masih ragu untuk menutup mahkotanya dengan kain penutup dengan alasan belum siap. Padahal ia tahu jika seharusnyalah jilbab dikenakan oleh seorang muslimah.

*****

Rumah nenek Zahra sudah semakin dekat, Zahra berpamitan kepada Firda untuk turun duluan, sedangkan Firda masih melanjutkan perjalananya menuju kampung sebelah untuk penelitian tentang kadar air laut guna melengkapi tugas kampusnya.

Sesampainya di rumah nenek tampak nenek tengah menikmati hawa sore dihalaman rumahnya yang dipenuhi oleh pepohonan melinjo disana. Sedangkan kakeknya tengah asyik memberi makan ikan-ikan lele pada kolam berukuran 2 x 3 itu.

“Assalamualaikum” sapa Zahra kepada neneknya
“Waalaikum salam warahmatullah” jawap nenek sambil menyambut cucu cantikya itu.
“piye kabarmu nduk? Mbah kangen”
“Alhamdulillah, Zahra sae mbah”

Peluk dan cium menyambut haru pertemuan itu karena cukup lama Zahra tidak menengok neneknya, persiapan tugas akhir memang cukup menyita waktu Zahra sehingga hampir tiga bulan ia tidak mengunjungi neneknya. Biasanya setiap dua minggu sekali Zahra menghabiskan week end di Bantul, alih-alih dari pada jauh pulang ke Kudus sehingga ia gunakan untuk berkunjung kepada nenek.

*****

Rupanya Firda masih terngiang-ngiang dengan kalimat-kalimat yang diucapkan Zahra sepanjang perjalanan kemarin. Pagi itu usai megunjungi perpustakaan dikampusnya Firda meluncur ke Umbul Harjo sekedar main ke tempat Zahra. UAD tampak tak jauh dari pandanganya, Firda mencoba menghubungi Zahra.

Ditdit…ditdit…Tanda ada SMS masuk di poncell Zahra, “mb’Zahra lg dmn?, sy skrg di UAD dpan pntu utama”…sender : Firda

Zahra yang tengah asyik dengan komputernya ditemani irama nasyid Raihan al-I’tiraf segera menuju pintu utama kampus UAD. Dijumpainya Firda yang tengah menunggu dirinya sambil menikmati terik mata hari siang itu.

“Assalamualaikum” sapa Zahra kepada Firda
“Waalaikum salam” jawab Firda

Kemudian Zahra mengajak Firda ke tempat Costnya. Terlihat Farah telah mempersiapkan jamuan alakadarnya untuk Firda. “adekku yang satu ini memang pengertian” Canda Zahra kepada Farah. “Iya dong…” lanjut Farah.

“Ayo diminum Firda” ucap Zahra mempersilahkan Firda.

Obrolan antara mereka pun berlanjut, suasana pukul 14.00 lumayan panas, namun nikmatnya es kelapa muda yang mengalir dikerongkongan dapat menghilangkan dahaga itu. Kembali kepada niat Firda untuk berjilbab. Terlihat keseharian Zahra dan Farah anggun dalam balutan jilbab yang menjulur menutupi dada, “sedang aku masih belum mengenakanya” gumam Firda dalam hati.

Zahra membuka lemarinya mengambil jilbab kesukaanya, diberikanya jilbab itu kepada Firda dengan senyum manis Zahra berkata “ambillah ini Firda, ini jilbab kesukaanku, semoga keraguan itu segera hilang dari benakmu dan untuk melaksanalan niat baik, hendaknya jangan di tunda-tunda”

“InsyaAllah” ucap Firda sambil menerima jilbab pemberian Zahra.

“Dengan berjilbab kamu akan tampak indah seindah namamu…Firdausi…semoga kelak kita akan dipertemukan di surga Firdaus nanti”

“Amiin” ucap Farah mengamini kata-kata Zahra

*****

Pagi Itu sekitar pukul 07.00 Zahra tengah mempersiapkan diri untuk pergi ke kampus, ketika itu Farah tidak sedang bersamanya. Tiba-tiba ia dapati benda-benda diruangan itu berjatuhan, computer pun bergeser hingga jatuh dari tempatnya. Zahra tampak bingung dengan keadaan ini, “ada apa ini?” gumamnya dalam hati. Terdengar teriakan-teriakan dari luar, dilongoknya suasana luar dari jendela, tampak terdengar teriakan “gempa…Allahuakbar…” serta teriakan-teriakan lain yang tak terdengar jelas. Seketika itu Zahra pun cepat-cepat buka pintu lalu keluar berlarian bersama orang-orang yang berusaha menyelamatkan diri.

Ditengah upayanya berlari untuk menyelamatkan diri Zahra tersadar ternyata mahkotanya tidak tertutup oleh jilbab, seketika itu ia berbalik arah berlari cepat guna mengambil jilbab ditempatnya tinggal. Baru saja ia menggapai jilbabnya Zahra tak dapat lagi keluar bersama reruntuhan bangunan akibat goncangan yang dahsyat itu. Nyawanya tak dapat diselamatkan, demi mempertahankan jilbabnya Zahra rela
menyerahkan dirinya kepada yang maha kuasa.

Betapa amat sedihnya Farah ketika mendapati jenazah Zahra masih tetap dalam balutan jilbabya setelah efakuasi yang dilalukan oleh beberapa tim sukarelawan.

Seminggu setelah kejadian itu Firda berusaha menghubungi Zahra namun poncellnya tidak dapat dihubungi. Akhirnya Firda mencoba menghubungi poncell Farah, dan kabar yang amat sangat mengejutkan bagi Firda. Baru saja Firda melaksanakan niat baiknya untuk berjilbab karena tertegun dengan bahasa-bahasa yang disampaikan Zahra dalam perjalanan lalu dan dalam pertemuanya yang belum lama ini. Firda teringan akan kata-kata terakhir Zahra “semoga kelak kita akan dipertemukan di surga Firdaus nanti”.

*****

Thaif, 19 Dzulqo’dah 1430 H. Di keheningan malam ditemani nasyid Al-I’tiraf (sebuah pengakuan) oleh Raihan.

Monday, November 2, 2009

Ujung Cita Yang Bicara


Tak henti-hentinya kupandangi wajah ayu pelipur laraku. Bunda …semoga engkau damai disana, semoga engkau mendapat tempat yang mulia bersama orang-orang yang dimuliakan-Nya. Kusapu air mataku yang jatuh membasahi gambar ayu bundaku, ku dekap erat-erat bingkai itu seakan aku mendekap tubuh wangi bundaku tercinta. Ku ciumi wajah ayu itu, maafkan aku bunda, aku yang tak sempat menciummu disaat-saat terakhirmu, aku yang tak sempat melihat tubuhmu terbujur kaku.

Aku tak kuasa membendung tangisku kala ingatanku terbesit akan beliau yang ayu nan lugu. Duhai bunda, hanya do’a yang bisa kupanjatkan untukmu, semoga do’aku bisa menjadi amalan yang tak terputus untukmu. Maaafkan aku bunda, aku yang tak sempat melihatmu tersenyum manis tuk wujudkan citamu. Cita-cita kaum mislimin yang mulia untuk melaksanakan rukun islam yang kelima.

Kringgggggg…suara weker membuatku terperanjat dari lamunanku, kupandangi jarum jam telah menunjukan pukul 03.03, alarm yang telah kupasang sebelum kupejamkan mataku namun aku telah terbangun satu jam sebelum weker itu berbunyi. Mimpi itu membangunkanku dari tidur lelapku, mimpi bertemu bunda tersayang di suatu tempat yang luas serta rindang, beliau tersenyum padaku, kusalami beliau, ku peluk lalu ku cium, betapa rindu ini tak tepri ingin sekali rasanya aku berada didekatnya.

*****

Beberapa minggu sebelum kejadian itu ingatanku selalu terbesit akan wajah ayunya, lemah gemulainya, kesabaranya menjalani hidup sebagai single parent setelah kepergian suami tercintanya. Betapa telaten beliau mendidik kami, predikat janda dalam usia masih muda tidak membuatnya tergoda dengan lelaki yang beberapa kali meminangnya, dengan bahasa halus beliau tuturkan alasan untuk tidak menerima pinangan-pinangan itu. “maaf, saya menjaga amanah dari almarhum suami saya agar selalu dekat dengan anak-anak, dan saya pun ingin mendapat ridlo dari sang suami”. Itulah alasan yang selalu beliau lontarkan jika ada lelaki yang datang meminag. Aduhai bunda, halus nian tutur katamu. Walau terkadang kalimat-kalimat cemooh pun muncul mengarah pada janda muda separuh baya itu, istilah sok jaim dan lain-lain terkadang muncul dari laki-laki yang pernah meminangnya, belum lagi sebutan sebagai wanita penggoda oleh wanita yang merasa jealous kepadanya. Namun beliau tetap sabar menghaadapinya. Aku kagum akan sikap beliau yang begitu tegar, sabar dalam menghadapi cobaan. Tak salah ayahku memilih beliau sebagai istrinya. Beliau yang pernah belajar di pesantren Buya Hamka selama delapan tahun, kini kesehariannya mengisi kajian kepada ibu-ibu pengajian di surau dekat rumah kami.

Siang itu aku ke dapur, kucoba menirukan masakan ala bundaku “asam pedas” khas Sumatera barat. Wuihhh mantap memang, rasanya cukup membakar lidahku. Itulah yang kulakukan jika rindu ini muncul akan bunda, dalam menikmati hidangan itu aku senyum sendiri seakan bunda sedang ikut mencicipi masakanku sehingga sedikit kangenku terobati. “Bunda…sedang apakah kau disana? Semoga engkau baik-baik saja dan selalu dalam limpahan rahmat-Nya.”

Satu keinginan bunda yang belum terlaksana, ingin menginjakan kaki ke tanah suci. Ketika kutanya “apa keinginan bunda?” dengan polosnya beliau menjawab, “bunda ingin naik haji nak.” Mendengar jawaban beliau hatiku terenyuh, akankah aku bisa mewujudkan cita-cita mulianya?... Aduhai, sejak aku tahu betapa beliau ingin sekali menyempurnakan rukun islam, sejak itu pula aku selalu panjatkan do’a dalam setiap sujud terakhirku “ya Robb, wajibkan ibu saya haji.”

Bunda, bunda oh bunda, rasanya rindu ini semakin tak teperi, aduhai…kucoba bermain dengan tinta, ku goreskan kata-kata tentangnya.

# Siapakah dia ???

Dia yang menggendongmu selama Sembilan bulan
Dia yang melahirkanmu ke dunia
Dia yang merawatmu
Dia yang meninabobokanmu ketika kau sulit terlelap
Dia yang menghiburmu ketika kau kau menangis
Dia yang terjaga dimalam hari ketika mendengar tangismu
Dia sosok yang ayu…penuh kasih padamu

Tidak kah kau ingat ketika dia menitikan air mata karena ulahmu?
Tidakkah kau malu akan itu?
Mana wujud terima kasihmu?
Sedang surga dibawah telapak kakinya…

Lihat !!!
Lihatlah lekat lekat
Dia yang semakin hari semakin keriput
Dia yang semakin hari semakin lemah
Semakin lemah menopang tubuhnya yang kian membungkuk
Adakah kau disisihnya dikala dia tengah lemah

Duhai jiwa yang berhati…
Dimana kau saat ini?
Masihkah kau ingat akan dia???

*****

Hari ini Thaif begitu mendung semendung hatiku, entah apa yang terjadi rasanya hati ini gundah tak menentu, kucoba menghibur diri, ah mungkin ini hanya perasaan selintas saja dan semoga akan segera hilang rasa ini. Aku bersiap-siap berangkat dinas pagi bersama si ceriwis Faiq yang suka menggodaku. “Uni Rahma kok tampak lesu gitu, tidak seperti biasanya, ada apa uni?” celetuk Faiq memulai percakapan sambil menunggu bus jemputan pagi itu. “Ah tak apa kok” jawabku sekenanya. Bus jemputan pun datang membawa kami menuju arena praktek Subra street tepatnya di Children hospital. Entah hari itu perasaanku semakin galau saja, sepertinya hari itu aku tak semangat bergelut dengan tugas. Meski demikian aku harus tetap berkonsentrasi karena yang ku hadapi bukanlah benda mati melainkan makhluk hidup yang sedang dalam derita. Manusia-manusia kecil terbaring lemah menahan sakit, keadaan itu membuat para dewasa berfikir bahwa derita atau lebih tepatnya peringatan atau uji kesabaran itu tidak memandang usia. Manusia-manusia kecil yang tidak berdosa pun ditimpa derita yang cukup berat, kasihan memang. Disinilah dapat diambil pelajaran bahwa sehat adalah nikmat.

Sepulang dinas aku memutar MNC (the Indonesian chanel) melihat berita negeri tercinta disana. Gempa Sumatera Barat Pariaman, dag dig dug derrrrr, perasaanku semakin tak karuan, apakah ini ada hubunganya dengan perasaanku seharian in i?...cepat cepat ku ambil handpone dengan tangan gemetar klik kontak, kucari daftar nama bunda…nada putus ptus yang aku dapat, ku coba hubungi Farah adikku pun dengan nada yang sama tutututut. Ya Robb, ya Robb, ya Robb…berilah ketenangan pada hamba.

Hari-hari ku semakin glisah, tiga hari sudah aku tidak dapat menghubungi sanak familiku, belum ada kabar baru yang ku dapat, hanya terlihat dari layar televisi Pariamanku kini porak-poranda. Tak puas dengan berita dari MNC, kucoba cari situs-situs internet yang memuat tentang kabar itu. Pikiranku sunggu buntu, siapa lagi yang hendak aku hubungi? Saudara, kawan, semua tak dapat dihubungi, Aku hanya bisa pasrah kepada-Nya.

*****

Lima hari sudah kejadian itu berlalu, aku tengah asik bermain dengan komputerku, handponeku tertinggal di ruang Tv. Saat itu Faiq dan kawan-kawan sedang asik bersama ketoprak Humor di MNC, tiba-tiba suara Faiq mengagetkanku “uni…..ada telephon dari paman Haekal”, Aku bergegas memburu handponeku, Salam dan kabar kutanyakan kepadanya, dengan suara terbata-bata paman Haekal berbicara “Nak Rahma yang sabar ya, Ibumu telah tiada.” “Innalillahi wainnailaihi Roji’uun” Spontan aku jatuh terduduk teringat wajah bundaku serta bangunan hitam di Makkah Pusat Qiblat seluruh umat islam. Ya Robb ibuku belum sempat kesana, kenapa engkau telah menjemputnya… Isak tangis tak dapat ku bendung, seakan dunia runtuh ketika itu. Faiq dan yang lainya berusaha menenangkanku, dengan tanpa kata mereka membiarkan tangisku, membiarkan aku bersandar dibahunya, Sementara yang lain meletakkan tangganya dipundakku berusaha menenangkanku.

Keesokan harinya mataku masih tampak sembab, aku tidak dapat menyembunyikan kesedihan yang membuncah ini, kebetulan hari ini jadwalku libur, setidaknya mata sembabku ini masih bisa ku umpat dari lingkungan kerja. Menurut cerita paman Haekal ketika itu sekitar pukul lima sore bundaku baru saja selesai mengisi kajian di surau ba’da sholat ashar lalu gempa terjadi. Paman Haekal tinggal di Bukit Tinggi Alhamdulillah keluarganya selamat dari gempa itu, sedangkan beberapa saudara yang tinggal di Pariaman masih belum belum ditemukan.

Aku menceritakan kepada paman Haekal melalui telephone bahwa keinginan bunda belum terlaksana tapi sudah diniatkan, beliau telah mendaftarkan diri untuk ONH namun baru dapat kursi tahun 2010 nanti, memang untuk daerah sumatera barat ini setelah lima tahun baru dapat kursi, saking banyaknya jamaah yang berminat ke tanah suci. Aku belum sempat melihat bunda tersenyum atas cita-cita mulianya itu namun beliau telah terpanggil. Paman Haekal berusaha menjelaskan agar aku tidak kecewa atas itu, “Allah mencatat setiap kebaikan dan keburukan maka siapa yang ingin melaksanakan suatu dan tak jadi melakukanya, Allah telah mencatatnya sebagai sebuah kebaikan yang sempurna, dan jika ia ingin melakukan kemudian melaksanakanya, Allah menuliskan untuknya 10 kebaikan hingga digandakan menjadi 700 kali dan bahkan lebih banyak dari itu, dan jika ia ingin melakukan amal keburukan dan tidak jadi melaksanakanya, Allah menuliskan baginya suatu kebaikan yang sempurna, dan jika ia melakukanya Allah menuliskan satu dosa untuknya” (Muttafaq ‘alaih, dikutip dari Riyadhus Shalihin).

*****

#Thaif, Dzulqo'dah 1430 H. Dalam imajinasi menunggu waktu subuh.
(sumbangan judul oleh k'TaQ)

Wednesday, September 30, 2009

Mata Mata Itu


Mata mata itu memandang seakan tak berkedip
Aku bertanya pada diriku
Ada apa dengan diriku?
Adakah sesuatu yang aneh dalam diriku?
Apakah diri ini asing dalam pandangan mereka?
Ah aku tak peduli dengan mata mata itu


Aku terus berjalan dan berjalan
Berjalan di kerumunan mata mata
Sampai akhirnya kakiku terhenti di tempat sepi
Kulihat tak jauh dari pandanganku
Ada pantulan cahaya dari sebuah cermin
Kudekati cermin itu


Aha...kini kutahu kenapa mata mata itu memmandangku seakan tak berkedip
Kudapati wajahku penuh noda
Noda hitam kelam...
Hitam kelam menghiasi wajahku akibat goresan arang
Ya...arang hitam


Namun mata mata itu tidak bicara
Mereka hanya memandangku saja
Cermin...
Terima kasih cermin
Kau tunjukan padaku goresan goresan hitam di wajahku


Aku berjalan dan terus berjalan
Kubiarkan cermin mungil itu menemani langkahku
Suara suara itu...
Aku mendengarnya
Suara gemericik air tak jauh dari arahku
Kucoba dekati suara suara itu
Dekat dan semakin dekat


Kudapati telaga dengan gemericik air jernih disana
Aha...air...
Kusapu goresan goresan hitam di wajahku dengan air
Pyar...pyur...pyar...pyur...suegerrr


Teman mungilku...
Aku teringat akan teman mungilku
Cermin...
Wahai cermin...Masih adakan goresan goresan hitam di wajahku???
Cling...
Habis sudah goresan goresan hitam itu


Aku berjalan dan terus berjalan
Sampai pada kerumunan mata mata lagi
Namun mata mata itu tak lagi peduli padaku
Dalam kerumunan mata mata itu
Kudapati sepasang mata memandangku
Ia Tunjukan manisnya lengkung bibir padaku


*****


#Thaif 11 Syawal 1430 H

Wednesday, September 23, 2009

Senja Di Laut Merah



Seorang ayah bersama putrinya bercakap ria sambil menikmati hawa sore di bibir pantai Laut Merah sambil menyaksikan deburan ombak,ceria burung-burung mengepakkan sayapnya bersuka ria agungkan Dia. Hembusan angin kencang pun mengiringi suasana itu membuat jilbab Zainab berkibar-kibar. Sore yang indah, di bibir pantai itu terdapat masjid konon sebagian orang menyebutnya "masjid terapung" karena jika tampak dari jauh seperti terapung di atas air.

Ayah : Nak, tahukah kamu apa tugas orang tua terhadap anaknya?
Zainab : Apa ayah? (sambil menengok ke wajah ayahnya)
Ayah : Memberi nama yang baik, memberi pendidikan lalu menikannya.
Kira-kira tugas apa lagi yang belum ayah lakukan untukmu nak?
Zainab : (Zainab tersenyum, ia mengerti maksud pembicaraan ayahnya)
Ayah : Kenapa kau tersenyum nak...sudah berapakah usiamu sekarang?
Zainab : Dua puluh empat tahun ayah...
Ayah : Sudah siapkah kau menempuh hidup baru?
Zainab : (terdiam lalu ia tundukan pandangannya)
Ayah : Adakah kau temukan seorang ikhwan yang cocok dihatimu nak? bolehkah ayah
tahu siapa dia?
Zainab : Zainab belum berani mengungkap ayah...
Ayah : Kenapa nak? berterusteranglah pada ayahmu ini.
Hanya yang ayah pinta, ayah menginginkan seseorang yang berjiwa santri. itu
saja.
Zainab : Adakah Ayah punya pilihan untuk Zainab?
Ayah : Itu tergantung padamu nak...kalau pun ada seseorang yang cocok menurut ayah,
tapi apakah ia cocok menurutmu? ayah belum tahu...makanya ayah tanyakan
padamu.
pria seperti apakah dalam kriteriamu nak? berkedudukan tinggi kah, berharta melimpah kah?

Zainab : Kedudukan bisa diraih dengan prestasi ayah, harta bisa dicari. Namun apalah artinya kedudukan dan harta tanpa disetir dengan akhlaq yang baik dan hati yang lembut. Seseorang tidak akan dihormati karena kedudukan serta hartanya jika akhlaqnya buruk dan berhati keras, ia tidak akan bisa memenej kedudukan dan hartanya itu. bahkan ia memanfaatkan kedudukanya untuk berbuat sewenang-wenag. Lain halnya jika ia memiliki akhlaq baik dan berhati lembut, tanpa minta disegani pun orang akan menghormatinya.
Zainab menginginkan seseorang yang berakhlaq baik ayah...yang mencintai Zainab karena Allah, buka karena kedudukan atau harta karena Zaenab bukan keturunan raja atau sultan. Zaenab adalah putri ayah, yang telah ayah didik secara religius...Zainab bangga jadi putri ayah.

Ayah : (diusapnya kepala Zainab tanda sayang)
Zainab : Ayah...bolehkah seorang perempuan menanyakan mahar kepada calon mempelai pria?
Ayah : Baiknya itu sesua dengan yang ia mampu nak...mahar apakah yang kau harapkan nak, nominal yang tinggi kah, harta yang melimpah kah?
Zainab : bukan ayah, bukan itu...
Ayah : lalu apa nak?
Zainab ingin mahar yang lain dari pada yang lain, tidak berupa nominal atau pun bentuk keduniaan yang lain.
Ayah : Apa itu nak?
Zainab : Zainab ingin sesuatu yang spesial ayah...Zainab ingin maharnya berupa ayat suci Al-Qur'an. Mempelai pria membacakan ayat suci Al-Qur'an untuk Zainab...dengan makhroj yang fasih...masyaAllah indahnya... Lalu setelah Zainab sah menjadi istrinya, ia ajarkan isi dan kandungan ayat tersebut kepada Zainab.
Itulah yang ada dalam angan Zainab ayah...
Ayah : MasyaAllah
Zainab : Surat apakah yang bagus ayah?
Ayah : (tertegun mendengar penuturan putrinya)
Zainab : Hmmm...ayah...surat Ar-Rahman...
Ya Zainab ingin dibacakan surat Ar-Rahman sebagai mahar dalam akad nikah Zainab nanti.
Ayah : (tersenyum bahagia akan penuturan putrinya itu)
Zainab : Do'akan Zainab ayah, semoga Allah pertemukan Zainab dengan cinta sejati Zainab yang tulus ikhlas karena Allah.
Ayah : Amiin...ayah bangga padamu nak...putri ayah memang cantik, semoga hatimu pun cantik nak...(sambil mengusap kepala Zainab tanda sayang, bangga serta haru akan segala penuturan putrinya itu)
Zainab : (tersenyum)...hari sudah semakin senja ayah...ayo kita pulang...
(keduanya beranjak lalu meninggalkan tempat itu)


*****


# Thaif, 4 Syawal 1430 H
Dalam renungan @ inaya almurakazah, disela-sela tugas ketika suasana tidak begitu menyibukkan.

Thursday, July 30, 2009

PASTI HADIR DAN BERGILIR

Dinas malam datang disambut dengan pasien dalam kondisi sangat kritis, bradikardia , saturasi rendah, hampir tidak terekam,tekanan darah juga nyaris tidak dapat direkam, hanya bertahan dengan obat-obat pemacu jantung sehingga cardiac monitor masih tampak jika masih ada tanda-tanda kehidupan. Resusitasi jantung-paru telah dilakukan, dua siklus emergency drug telah disuntikkan. Waktunya operan antar sesama dokter. feeling kami pasien ini tidak akan lama lagi dapat bertahan. Sekujur tubuhnya pucat, bibirnya tampak biru tanda sianosis , data penunjang dari laboratorium pun tidak menunjukan hasil yang bagus, hemoglobinnya rendah, dokter memberi order untuk tranfusi darah. Adrenalin sebagai obat pemacu jantung sedang diberikan, dopamine dan dobutamine sebagai obat pemacu tekanan darah pun juga diberikan.


Dokter yang berjenggot itu terus saja memberikan treatment-treatment untuk mempertahankan kondisi pasien yang sudah kritis itu. Wajahnya tampak panik, berbagai advice telah dicoba, perawat pun memberikan treatment-treatment yang diorderkan oleh dokter itu. Sejak pukul 23.00 tadi tim malam disibukkan dengan satu pasien yang sangat kritis, belum lagi kita harus mengobservasi pasien-pasien yang lain.


Waw...detak jatungnya menurun, terlihat dari layar monitor, resusitasi jantung-paru terus dilakukan, lagi-lagi emergency drug pun disuntikan, sepertinya sudah empat siklus dari emergency drug yang telah disuntikan. Namun dokter itu tetap saja berusaha agar pasiennya tetap bertahan. Aku tak tega melihatnya, aku tak tega melihat bayi mungil berusia 41 hari dengan resusitasi yang dilakukan oleh tangan-tangan orang dewasa, walaupun hanya dengan dua jari namun itu anak kecil, sakit aku melihatnya.


Tiga jam sudah kita berusaha mempertahankan nyawa sikecil yang tak berdosa. Kali ini salah satu dari perawat mencoba berkata kepada dokter.

"Dokter, pasien ini sudah tidak ada, apa lagi yang kau pertahankan? cardiac monitor itu muncul karena pengaruh dari obat-obatan itu, jika tidak, mungkin sudah tidak nampak lagi di monitor." Dokter yang berjenggot itu masih saja berusaha melakukan resusitasi.


Pukul 03.00, zero, ya tampak zero di layar monitor, ritme detak jantungnya tampak garis lurus (flat), kali ini dokter itu mungkin sudah tidak denial lagi, ia sudah menerima jika pasiennya tidak dapat dipertahankan lagi. Akhirnya segala kegiatan dihentikan, sudah tidak ada lagi respon dari pasien, pupilnya tampak dilatasi , sekujur tubuhnya hipotermia , tampak biru saturasi tidak muncul lagi. Innalillahi wa inna ilaihi roji'uun...dilepasnya segala obat-obatan infus pemacu jantung dan pemacu tekanan darah, dilepasnya pula bayi mungil itu dari ventilator, sebagai mesin pensuport pernafasanya. Ditutupnya tubuh bayi mungil itu dengan kain penutup. Kini ruh telah terpisah dari jasad si bayi tanpa dosa itu. Surga menantimu, nak.


*****

Selesai sudah kita mencoba menolong nyawa sibayi mungil itu, namun Allah berkehendak lain. Kegiatan selanjutnya mengurus jasad sibayi, kubuka penutup wajahnya, kubacakan do'a untuknya, "Ya Allah berikanlah ampunan, rahmat, keselamatan lagi maafkanlah dia, semoga engkau memuliakan tempatnya di surga. Ya Allah semoga engkau tidak sampai menghalang-halangi kepada kami dalam pahalanya, dan jangan sampai ada fitnah kepada kami sepeninggalannya. Semoga Allah memberikan ampunan kepada kami dan dia. Amiin ya Robb."


*****

Kegiatan berlanjut seperti biasa, melanjutkan tretment sesuai dengan order dokter kepada setiap pasien. Adzan subuh telah berkumandang, kulihat dokter yang sering disebut-sebut mutowe itu melepas sepatunya menuju toilet untuk berwudlu.


Sekitar pukul 04.40 terdengar dering telephone. Tilulit...tilulit...tilulit...dering telephone terdengar dari ruang dokter. Usai menjawab telephone dokter segera menginformasikan kepada perawat jika ada pasien baru yang akan datang. Ketika itu ada satu bed kosong telah siap jika ada pasien baru yang akan datang, dan satu bed lagi bekas pasien yang meninggal tadi namun belum sempat dibersihkan oleh cleaner karena jenazahnya baru akan dikirim dua jam setelah dinyatakan meninggal.


Kali ini pasiennya datang langsung dari emergency room , Pasien datang dengan dehidrasi berat, yups...tindak cepat sambil sedikit lari-lari mempersiapkan segala yang dibutuhkan pasien. Semua bersifat penting, IV fluid segera diberikan, blood sample segera dikirim ke laboratorium serta beberapa treatment yang lain pun segera diberikan.

Belum selesai dengan pasien yang tadi, tiba-tiba, tilulit...tilulit...tilulit...dering telephone terdengar lagi, agaknya ada pasien kritis di ruangan lain. Ya jika ada pasien yang kritis di ruangan lain segera dikirim ke ICU. Segera minta bantuan cleaner untuk membersihkan bed yang telah digunakan oleh pasien yang baru meninggal tadi. Beberapa perawat mempersiapkan peralatan, IV stand , infusion pump , cardiac monitor juga file dan lain-lain telah siap di sana. Tak lama kemudian sekitar pukul 05.45 "ting-tong" bunyi bel dari luar tanda pasien telah berada di luar minta dibukakan pintu. Jug...jug...jug...suara troly dengan pasien diatasnya bersama perawat serta dokter datang mneghantarkan pasien, Ibu sang pasien mengiringinya dari belakang dengan abaya hitam serta penutup wajah hanya tampak matanya saja.


Sekarang giliran aku yang menerima. Pasien usia sembilan bulan dengan kasus jantung, datang dalam keadaan sianosis berat, distress , saturasi tidak terekam karena ekstrimitas nya teraba dingin. Ketika itu pasien sangat menangis meronta. Beberapa order telah dilaksanakan ketika diruangan sebelum pasien ditransfer. Sampel darah telah dikirim ke laboratorium. Dari ICU hanya menindaklanjuti hasilnya saja. Hanya ada satu order untuk menghentikan antibiotik yang lalu diganti dengan antibiotik yang baru. Yups, observasi tanda-tanda vital, disambungkan ke cardiac monitor dan berusaha menjaga kehangatan tubuh pasien seperti menyelimutkan selimut yang sudah dihangatkan terlebih dahulu. Alhamdulillah kondisinya mulai stabil, pasien pun masih sempat bersuara, bergerak dan menangis. Respiratory distress nya telah terkurangi.


Tilulit...tilulit...tilulit...lagi-lagi dering telephone terdengar, apa lagi ini? salah satu dari kami mengangkat gagang telephone itu, kali ini datangnya dari laboratorium, pihak lab menginformasikan jika sampel darah yang telah dikirim rusak, tentu kita harus mengirim sampel yang baru. hemmm mau tidak mau kita harus ekstract darah lagi karena data penunjang dari lab harus segera diketahui.


Agaknya suasana mulai senggang, aku melanjutkan tulisanku melengkapi catatan keperawatan, temanku membantuku mengekstrak darah untuk dikirim ke laboratorium. belum selesai aku menutup catatanku sekitar pukul 06.55 tim pagi pun telah datang. tiba-tiba tampak di cardiac minitor detak jantung cuma 50 kemudian menurun, segera kami lakukan resusitasi lalu melaporkanya ke dokter. Intubasi pun dilakukan, pure adrenaline diberikan melalui endo tracheostomy tube (ETT), resusitasi jantung-paru (RJP) dilakukan, emergency drug diberikan. Kejar terus detak jantungnya dengan upaya semampu kita. Tiga puluh menit sudah RJP dilakukan serta empat siklus dari emergency drug pun telah diberikan. Dua dokter spesialis pun datang menyaksikan aksi itu, lagi-lagi dokter yang berjenggot itu berusaha mempertahankan pasien itu, agaknya ia denial jika terjadi yang kedua kalinya. lalu dokter sudani dengan celana ngatung itu berkata, "sudah, ini sudah tidak ada lagi, lihat saja wajahnya sudah hitam seperti charcoal (arang) karena sianosis berat." Ketika itu tampak pada cardiac monitor detak jantungnya tidak stabil, 22, 25 kemudian menurun.

"Tapi lihat detak jantungnya belum tampak flat", ucap dokter yang berjenggot itu.

"jangan hanya percaya pada monitor, itu karena pengaruh dari obat-obat yang telah diberikan tadi" lanjut dokter pakistani dengan wajah kalemnya berusaha meyakinkan dan menjelaskan. Akhirnya pasien dinyatakan ples pukul 07.30. Innalillahi wa inna ilaihi roji'uun, siapa yang tahu lima menit kedepan apa yang akan terjadi? sama sekali kita tidak menyangka jika pasien baru itu akan menyusul pasien yang lalu karena kejadianya begitu tiba-tiba. Entahlah bagaimana perasaan Ibunya karena ia masih sempat melihat anaknya menangis waktu mengantarkanya, lalu saat ini anaknya tidak dapat menangis lagi untuk selamanya. Ya Robb.


*****

# Thaif 8 Sa'ban 1430 H, Sepulang dinas malam ditemani nasyidnya Opick "Taqwa".

Wednesday, July 22, 2009

Jerih Keringat Ayah

Aku tak tega ketika ku pandangi wajah ayah lekat-lekat, keriput wajahnya menunjukan bahwa ayahku sudah sepuh saat ini. Kulihat guratan-guratan lelah diwajahnya, betapa ayahku amat sangat berat memikul beban demi menghidupi anak-istrinya. Namun ayahku selalu mencoba tersenyum didepan kami, tak pernah beliau tunjukan keluh kesah kepada kami. Selalu mencoba menunjukan lengkung bibirnya yang manis, penuh harapan kepada kami. Walau ku tahu betapa amat lelah ayahku.

Semangatnya Subhanallah...pantang menyarah, demi anak-anaknya terdidik dengan baik walau pun harus mengupas kulitnya, akan beliau lakukan itu. Beliau tidak ingin jika putra-putrinya jadi yang terbelakang dalam pendidikan. Ibuku pernah mengatakan itu kepadaku.

Semangat ayahku terinspirasi dari kakekku almarhum (mbah Mustafa), kakekku berasal dari keluarga yang sederhana, namun keinginanya untuk belajar di pesantren sangat kuat, sering kali beliau kehabisan bekal di pesantren, sehingga harus ijin pulang untuk kuli guna mengumpulkan bekal. Setelah bekal terkumpul berangkatlah beliau untuk belajar di pesantren. Suatu hari beliau berangkat ke pesantren dengan menggunakan kereta api, dalam perjalanan itu beliau tidak sengaja menubruk lampu yang ada di kereta sehingga pecahlah lampu itu, alhasil kena marah sama petugasnya. Ketika itu dalam hatinya beliau berdo'a "ya Allah besok seandainya saya dikaruniai anak, akan saya titipkan anak-anak saya supaya bisa belajar di pondok. Semoga anak-anak saya tidak rekoso (menderita) seperti saya." Itulah sekelumit cerita dari ayah tentang kakek.

Ibuku seorang yang sangat khidmat terhadap suami, patuh, manut. Ketika ayah sedang tidak berana di rumah beliau sangat menjaga amanat ayah. Beliau menjaga nenek (ibu dari ayahku) dengan penuh ketulusan melebihi ibunya sendiri. Sampai-samapi jika hari lebaran tiba ibuku tidak sempat menengok ibunya sendiri, karena ketika itu mbah Muhayah (nenek dari ayahku) sedang sakit, juga tempat tinggal kami lumayan berjauhan. Namun mbah Maesaroh (nenek dari ibuku) ikhlas jika ibuku tidak menengok beliau. Ibuku merawat mbah Muhayah dari hidupnya, sakitnya hingga meninggalnya pun didepan ibuku. Setelah selesai ibuku membacakan surat Yasin sebanyak tiga kali menjelang detik-detik terakhirnya, ketika itu nenekku dipanggil oleh yang Maha kuasa. Sempurnalah pengabdianya kepada ibu mertua. Betapa ayah sangat berterima kasih kepada ibu atas pengabdianya itu. Semasa hidupnya mbah Muhayah pernah berucap kepada ibuku minta dimpura sakapuratine (minta dimaafkan seluruh kesalahanya) karene telah rela merawat dirinya.

Ayah pernah mengatakan kepadaku "seandainya nanti di akhirat ibumu tidak masuk surga, ayah berhak menuntut kepada Allah, ya Allah kenapa istriku tidak berada di surga, padahal baktinya, pengabdiannya telah ia curahkan sepenuhnya kepada suami." MasyaAllah merinding aku mendengarnya, betapa ayah sangat mencintai ibuku karena Allah. Beruntung ibuku telah mendapat ridlo dari sang suami. Ya ibuku seorang yang sangat halus perangainya, lembut tutur katanya.

Bagiku ayah adalah sosok yang tangguh, bisa tegas bisa juga lembut. Sosok pemimpin yang baik dalam keluarga. Tidak sekedar suami bagi ibuku saja, tetapi juga pendidik, guru, teladan bagi kami. Walau terkadang juga keras, pernah suatu hari aku dan adik-adiku belajar ngaji (baca alQur'an) sama ayah, ditengah-tengah kajian ibuku datang dari warung membawa jajanan, maksud ibuku nanti selesai ngaji baru jajananya dimakan rame-rame. eh...namanya anak-anak tak tahan melihat jajanan, malah kita pada ngambil jajanan itu, alhasil kena semprot lah kami oleh ayah. hehe kami cuma bisa menunduk ketika itu. lucu kalau inget itu.

Ayah...nasehatmu selalu terngiang dalam diriku, harapan-harapanmu selalu ku ingat, akan ku coba wujudkan harapan-harapanmu ayah. Walau ku tahu mungkin tidak sepenuhnya yang ayah harapkan dariku terwujud, namun akan tetap ku coba untuk mewujudkanya walau hanya beberapa.

Ibu, ayah, nanda sangat mencintai kalian. Nanda selalu mengharap do'a serta ridlomu. Ya Robbi...ampunilah dosaku dan dosa kedua orang tuaku, peliharalah kedua orangtuaku sebagaimana mereka memeliharaku ketika aku masih kecil. Amiin ya Robbal alamiin.

*****

# Thaif 27 Rajab 1430 H
Tak kuasa airmataku meleleh ketika kutuliskan ini. sambil ditemani nasyidnya Dua azimat (album Al-intidzor).

Tuesday, July 21, 2009

Dua Azimat



Dua azimat mengalahkan yang lain
Ridlonya keselamatan bagiku
Do'anya harapanku
Dialah kedua orangtuaku yang mendidiku sehingga menjadi orang beradab
Alangkah mulia sosok ini
Berbakti padanya wajib bagi kami
Tuhan...berkat do'anya selamatkanlah agama, dunia dan akhirat kami
Dan perlakukanlah kedua orangtua kami dengan baik seperti mereka berbuat baik kepada kami
Berikanlah kami kesempatan untuk selalu berbakti kala mereka hidup atau pun mati
Dan berkahilah hidup kami
Curahkanlah sholawat dan salam atas rasul kami, keluarga dan sahabat penuntun kami

*****

# terjemahan nasyid 2 azimat (Album Al-Intidzor, Al-Aqsho group)

Sunday, June 21, 2009

?????



Kembalikan senyumku!
Kembalikan keceriaanku!
Kembalikan semangatku!
Sunyi,
sepi,
gelap,
kemana cahaya itu???
Pelitaku,
lenteraku,
mana???
Tak ada lagi manisnya lengkung bibir,
Tak ada lagi keceriaan
Lemah,
Lunglai,
Loyo,
Seakan sunyi walau tak sendiri
Seakan sepi walau dikelilingi banyak orang
Feeling lonely,
life no spirit
menyendiri,
menutup diri,
murung

=> HDR,
Menarik diri,
Depresi,
Jiwa???
Gangguan mental?
Tidak...............

*****

Sunday, June 14, 2009

Inni uhibbuki fillah



Pagi itu di inayah almurakazah aku baru datang di RS telah siap untuk memulai duty (morning shift). Seperti biasa antara tim sebelumnya dan tim yang baru datang melakukan operan tentang keadaan pasien yang telah dan akan dihandle oleh kedua tim tersebut.
Noura, Egyption nurse, telah menyelesaikan tugasnya dimalam hari. Sekarang giliran aku yang akan menerima pasienya, endorsement (operan) dimulai.
"Gimana keadaan pasien ini sekarang?" tanyaku. "Alhamdulillah, better now" jawabnya.
An AR dengan diagnosa bronchial asthma with bronchopneumonia, ya keadaanya telah membaik, tidak lagi distress respiratory ratenya sekitar 40-44 per menit, tidak juga desaturation SPO2= 97%-99%. Tolerated feeding 20 cc every 3 hourly, on IV fluid 500 cc x 12 hours, bla bla bla.
Operan tentang pasien telah diselesaikan, hari itu suasananya tenang karena pasien-pasien dalam keadaan stabil sehingga tidak begitu menyibukan.
Sedikit tentang obrolan aku dan noura, kutanyakan tentang keadaanya serta keluarganya, alhamdulillah semua ok. Sejenak obrolan terhenti, tanpa suara antara aku dan noura. Kemudian diambilnya secarik kertas dan ballpen.
"Lul, can you read this?" tanyanya kepadaku.
Ditulisnya dengan huruf arab, kuamati coretanya sambil dia menulis lalu kuucapkan apa yang dia tuliskan, "inni uhibbuki fillah, Noura"
Diberikanya kertas itu kepadaku, aku tersenyum, senang rasanya hatiku. Aku balik berucap padanya "me too, I love you fillah".
Betapa indah saling mencintai karena Allah. Aku jadi teringat suatu hari temanku Rahma pernah bilang kalau Noura suka sama kamu katanya. Ya jika kita satu tim, kita saling membantu, saling mengingatkan jika ada kekurangan. Tidak hanya seputar job saja, kadxang-kadang seputar islam. Kita tidak lagi memandang nasionality jika sudah bicara islam, yang ada kita adalah satu, saudara sesama muslimah.

La tansa Dzikrullah


Basahi bibirmu dengan dzikrullah.

*****

# Terima kasih kepada kedua kakakku fillah yang telah mengingatkanku agar selalu ingat kepada_Nya. (K'TaQ, K'Dan)

Friday, May 29, 2009

Mutiara Yang Tersimpan

Namanya mutiara, sebuah nama yang diberikan oleh sang ayah didalamnya tersimpan makna serta harapan agar kelak akan menjadi kebanggan bagi orang tua.

Hari yang ditunggu-tunggu telah tiba setelah tiga tahun menggeluti pendidikan di bidang kesehatan, besok adalah farewell party mahasiswa ABP. Namun dihari yang bahagia bagi para wisudawan, ia tidak sepenuhnya bahagia karena ayah yang telah mensuport pendidikanya tidak bisa hadir melihat senyum bahagia sang anak. Hanya ibu dan adik-adiknya yang hadir dalam acara itu.

Sore itu Tia bersama ibunya sedang berada di halaman samping rumah duduk-duduk di kursi bambu sambil menikmati sepoy-sepoy angin sore dengan lambaian dedaunan pohon mangga di halaman itu.

Sejenak keduanya terdiam

"Tia, apa rencanamu selanjutnya nak?" tanya ibu kepada Tia

"sebenarnya Tia pingin melanjutkan jenjang pendidikan Tia bu..,tapi nantilah Tia pikirkan lagi, anak ibu kan bukan cuma Tia, jenjang pendidikan adik-adik masih jauh. Tia akan mencoba mengamalkan ilmu yang telah Tia dapat dari bangku kuliah, mohon doanya bu.."

" nak, ibu selalu berdoa untuk putra putri ibu, agar sukses dunia akhirat"

"Tia tahu apa kunci sukses?"

dengan pandangan lurus ia menjawab pertanyaan ibunya, " iya bu, Tia masih ingat kata-kata ayah, bahawa kunci sukses adalah dengan ilmu. seseorang ingin sukses di dunia harus dengan ilmu, begitu pun jika ingin sukses di akhirat juga harus dengan ilmu"

"Betul nak, Tia adalah anak ibu yang paling gede, jadi Tia harus kasi semangat pada adik-adikmu agar mereka giat belajar". "seperti dalam firman-Nya : Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat"

"insyaAllah bu" sambung Tia.

Hari semakin senja, waktu sholat maghrib hampir tiba. "ayo Tia kita siap-siap ke mushola" seru ibu, "ya bu" lanjut Tia.

Keduanya bergegas meninggalkan tempat tersebut untuk melaksanakan jamaah maghrib di mushola dekat rumah.

Lantunan ayat-ayat suci Alquran seakan sudah menjadi rutinitas di rumah tersebut usai melaksanakan sholat maghrib.


*****

Sore itu Tia baru datang di rumah diantarkan oleh ojek langganan mang udin yang rumahnya tidak jauh dari tempat tinggalnya. Setelah seharian mencoba menaruh beberapa berkas surat lamaran dor to dor, dari kantor ke kantor cukup membuatnya lelah. kira-kira dua minggu yang lalu ia keliling-keliling cari koneksi dan informasi tentang job yang sesuai dengan bidangnya. Ia tetap mencoba dan tidak patah semangat, rupanya semangat 45 telah ditanamkan dalam dirinya.

"Alhamdulillah" serunya sambil menghela nafas, segelas air putih telah membasahi kerongkonganya, menghilangkan rasa dahaga setelah seharian berpetualang di daerah kota yang lumayan jauh dari tempat tinggalnya.

"Gimana nak" tanya bu Hayat kepada putrinya. "masih menunggu bu" lanjut Tia. "Tia harap ada kelanjutanya dari beberapa berkas lamaran yang Tia ajukan", "amin" sahut ibunya.

Usai sholat maghrib dan tilawatilquran ia menghampiri ibunya, ia mengutaraka keinginannya kepada sang ibu agar diizinkan untuk mengikuti pelajaran di lembaga pendidikan kursus itung-itung memanfaatkan waktu luang sambil menunggu panggilan job. Baginya berdiam diri tanpa kegiatan itu membuat jenuh dan otak tidak berputar.

Ia memutuskan untuk tinggal di rumah neneknya agar lebih dekat dengan tempat dimana ia belajar nanti. Rumah nenek memang di kampung, tapi tidak sejauh rumah Tia yang jauh dari pusat perkotaan. Dan lagi di rumah neneknya itu cuma ada dua penghuni yaitu nenek dan kakak sepupuhnya yang bernama Wati. Biar pun tinggal di kampung asalkan pola pikir tidak kampungan, it's ok.

Kedatangannya sering dirindukan mbah Mae nenek Tia, karena diantara anak-anak mbah Mae ini bu hayat lah yang paling jauh tempat tinggalnya, alhasil ia jarang mengunjungi neneknya. Sedangkan rupa kakeknya ia tidak tahu sama sekali karena sejak usia 10 tahun bu Hayat telah menjadi yatim. Konon kakeknya seorang yang disegani masyarakat, sehingga walau pun telah lama tiada namanya masih tersohor di kampung tersebut.

*****

Kini Tia telah bergabung di Basic English Course, kegiatan barunya telah dimulai disana bersama teman-teman baru dan guru baru. Di BEC ini siswi-siswi diharuskan mengenakan jilbab, bagi Tia jilbab bukanhal yang tabu lagi kerena sejak duduk di bangku SMA ia telah mengenakan jilbab. Maklum pendiri BEC adalah salah satu alumni pondok pesantren di Kediri, jadi selain mendirikan lembaga pendidikan bahasa asing juga diselingi kegiatan keagamaan setiap hari jumat dan setiap hari sabtu diadakan acara meeting program untuk melatih mental siswa-siswi tampil berbicara di depan audiens. ups santri intelek, santri inklusif, santri pun harus mengikuti perkembangan zaman, tidak terkesan jika santri itu kampungan, tidak mau bergaul dengan komunitas luar. how to explain to other nationality if we don't know about other language?. Bagaimana berdakwah dengan bangsa asing jika kita tidak tahu bahasanya?. Cie luas banget jangkauanya, berdakwah di kampung sendiri dengan bahasa daerah saja sudah bagus. Atau jangan-jangan malah lupa dengan unggah-ungguh bahasa daerah?, ups kalau seperti itu gak boleh, itu terkesan arogan. Bagaimana pun andap asor harus tetap dijaga.

Dengan semangat Tia menjalani hari-harinya, bulan pertama pukul 2 pm-4 pm kegiatanya di BEC. Dipagi hari ia hanya meriview pelajaran-pelajaran yang telah ia dapat. Setelah kenal satu sama lain dengan teman-temanya, ternyata ada juga salah satu temanya yang mengikuti pendidikan di BEC karena mengisi waktu luang sambil menunggu panggilan job. Dikta namanya, alumni Sekolah Tinggi Akuntansi Negara. Sosoknya yang kalem, hansome, slow but sure membuat cewek-cewek simpati padanya.

Bulan kedua Tia masih enjoy dengan kegiatanya. Salah satu teman kuliahnya memberi kabar kalau RS yang lumayan terjangkau dari BEC menerima tenaga medis lulusan baru. Tia bersama temanya Lian mencoba mengajukan berkas lamaran ke RS tersebut, dan kepala bagian personalia mengatakan kalau minggu depan Tia dan Lian sudah bisa bergabung. walau pun akan ada kegiatan baru ia tetap akan mengikuti kegiatanya di BEC. Of course ia harus pindah tempat tinggal agar bisa menjangkau keduanya.

Ia mencoba menghubungi Lian karena besok adalah hari yang mereka janjikan dengan bagian personalia.
Berita yang sangat mengejutkan baginya, Lian berniat untuk tidak datang besok dikarenakan suatu alasan. Lian telah dilamar oleh seorang pria, dia akan menikah dalam waktu dekat dengan seorang pria yang telah mapan di Jakarta, tentu saja Lian akan tinggal bersama calon suaminya di Jakarta setelah menikah, sehingga Lian memutuskan untuk tidak melanjutkan perjanjianya dengan pihak RS.

Pagi itu ia menghadap bagian personal untuk konfirmasi bahwa ia siap untuk bergabung hari itu, namun ia masih belum mengenakan pakaian seragam, ia mengenakan baju warna dengan jilbab abu-abu. Pakaian seragamnya masih disimpan di tas.
"Assalamualaikum, selamat pagi pak" sapa Tia kepada pak Mahmud selaku bagian personal. "pagi" lanjutnya.
"Gimana, anda sudah siap untuk bergabung hari ini?", "ya pak" jawab Tia
"mbaknya bawa pakaian seragam?",, "ya saya bawa"
" kalau begitu silakan mbaknya ke nursing ofice, nanti nursing ofice yang menentukan di ruang mana anda akan ditempatkan".
Belum sempat ia beranjak rasanya ada sesuatu yang perlu ia tanyakan mengenai seragamnya.
"Pak, jilbab saya tidak berwarna putih, apa boleh?" Tanya Tia
"Wah kalau disini aturanga harus berwarna putih untuk jilbab, yaudah untuk hari ini anda gak usah pake jilbab."
"wih segitunya", gumam Tia dalam hati, " kalau memang gak boleh pake jilbab mending aku mengundurkan diri dari pada harus menanggalkan jilbab",gerutunya dalam hati.
Ia kira aturanya sama dengan RS tempat ia praktek dulu, bisa warna apa saja untuk jilbab.
Ia tidak menanggapi ucapan pak Mahmud tadi.
"Silakan anda menghadap nursing ofice" lanjut pak Mahmud.
Tia meninggalkan ruang personal lalu menuju nursing ofice.
Ditemuinya seorang yang tidak berjilbab di ruang itu, dengan senyum ramah ia menyambut Tia.
"Selamat pagi bu" sapa Tia, "pagi" jawab ibu yang dihampirinya
"maaf, ibu yang bernama bu Endang", tanya Tia, "ya betul" jawabnya.
"Saya telah menghadap bagian personal dan beliau mengatakan agar saya menghadap ibu".
"oke, anda sudah siap hari ini?, maksud saya anda membawa pakaian seragam?"
"ya bu saya bawa tapi tidak lengkap" jawab Tia
"maksudnya?" Sambung bu Endang selaku chief nurse
"jilbab saya tidak berwarna putih",
"oh, itu masalahnya, ok kalau begitu silakan mbaknya pulang".
Belum sempat bu endang melanjutkan ucapanya, ia terdiam, " ternyata sama saja dengan bapak yang tadi" gumamnya dalam hati.
"Besok anda boleh bergabung dengan seragam lengkap" lanjut bu Endang. Ia terkaget.
"Alhamdulillah" pujinya dalam hati, ia merasa lega. Ternyata bu Endang masih punya hati, lain dengan bapak yang di bagian personal tadi, namanya islami tapi anjurannya tidak sesuai dengan namanya. menganjurkan untuk menanggalkan jilbab hanya karena alasan warna. Kalau pun jawaban bu Endang sama dengan bagian personal, baginya lebih baik mengundurkan diri.
"Besok anda langsung ke ruang Seruni, bangsal bedah pasien-pasien post operasi"
"terima kasih bu" ucap Tia. "sama-sama", jawab bu endang dengan senyum ramah.

Jalan Puter no.21 disanalah tempat ia tinggal sekarang bersama rekanya di ruang seruni. Pukul 2.30 pm ia datang dari RS lalu siap-siap untuk berangkat ke BEC. Terkadang ia langsung ganti pakaian di RS dan meluncur ke BEC tanpa mampir ke tempat kos terlebih dahulu.
"Mbak Tia mau kemana?" tanya ibu kos.
"Biasa bu...belajar", sambil senyum ia menjawab pertanyaan ibu kos.
"apa gak cape?" tanya ibu kos lagi. "mumpung masih muda bu, Assalamualaikum" lanjutnya tanda berpamitan. "waalaikumsalam" jawab ibu kos sambil senyum.
Dengan langkah sumringah ia berjalan menuju jalan raya menunggu jemputan mobil omnya (omprengan). Tampak dari jauh ada minibus mendekatinya, ia melambaikan tanganya tanda hendak ikut kendaraan tersebut. Minibus telah berhenti tepat didepanya, masuklah ia bersama beberapa penumpang yang telah ada didalamnya.
Ups ada sosok bapak-bapak seperti giant, perut gendut duduk di deretan kursi nomor tiga dari belakang supir. deretan kursi nomor dua dari belakang supir tampak kosong, ia memilih duduk disana. Selang beberapa menit kemudian tiba-tiba si giant itu mengikuti Tia, duduk disampingnya. Sedikit pun ia tidak menaruh curiga padanya.
Ia menikmati perjalananya sambil melihat lalu-lalang kendaraan serta gedung-gedung yang dilaluinya dari kaca jendela.
"jendelanya dibuka mbak", seru si giant mengalihkan perhatian Tia.
Sebentar ia menoleh ke arah giant lalu kempali pandanganya tertuju keluar jendela kaca. Ia masih tidak ngeh dengan aksi yang dilakukan oleh penumpang disampingnya. Tidak lama kemudian ia merasa ada yang aneh dengan gelagat penumpang disampingnya, ia menoleh ke arah si giant lagi. Si giant berusaha mengalihkan perhatian Tia lagi, "jendelanya dibuka mbak" serunya lagi sambil tangan kananya menggapai jendela. Tia tersadar ternyata tangan kiri penumpang disampingnya itu telah masuk kedalam tasnya berusaha mengambil apa yang ada didalam tasnya.
"Asteghfirullahaladzim,astaghfirullahaladzim,asteghfirullahaladzim",Spontan Tia beristighfar dengan suara lantang dengan degup jantung kencang karena terkaget melihat aksi penumpang disampingnya. Beberapa penumpang melihat ke arah Tia karena suaranya yang lantang.
Hampir saja ia teriak copet, namun dalam keadaanya yang sedang dekdekan itu ia masih sempat mikir dua kali, seandainya ia teriak copet, ia kasihan jangan-jangan si giant bakal dikeroyok masa. Ia hanya berdoa dalam hati sambil bersolawat "Ya Allah bukakanlah hati si giant agar tidak lagi melakukan perbuatan yang merugikan dirinya dan orang lain". Merugikan dirinya karena kelak di akhirat akan mendapatkan ganjaran yang setimpal sesuai dengan perbuatang jeleknya karena mengambil milik orang lain yang bukan haknya.
Akibat suara Tia yang lantang rupanya si giant malu dengan orang-orang disekitarnya.
"kiri" seru giant pada pak supir tanda minta diturunkan dari kendaraan tersebut.
Akhirnya keluarlah giant dari kendaraan itu. Jantung Tia masih berdegup kencang akibat peristiwa tadi.
"apanya yang hilang mbak, dompetnya masih ada tidak?" tanya pak supir kepada Tia. Mungkin supir itu melihat aksi si giant dari cermin didepanya, karena tempat duduk Tia tidak jauh dari tempat duduknya.
Tia mencoba memeriksa tasnya, "gak ada pak, semuanya masih ada" jawab Tia.
Padahal yang ada dalam tasnya cuma buku, uang hanya cukup untuk bekal dan ongkos pulang-pergi saja, ada juga HP butut untuk alat komunikasi SIEMEN model jadul.
Sesampainya di BEC ia menceritakan apa yang telah terjadi dalam minibus. Sejak kejadian itu ia berusaha untuk selalu waspada kapan pun dimana pun dengan tidak mengosongkan hati dari dzikrullah.

*****
Bulan depan adalah bualn Rabiul awal (Maulud), ia teringat pada adik bungsunya Bintang yang sedang belajar di Kuliatul Muslimin Alislamiyah Daar Alma'rifah Kediri. Sebentar lagi Bintang akan menghadapi ujian pertengahan tahun. Ia mencoba menghubungi adiknya untuk memberi semangat belajar. Awalnya Tia hendak menelponnya, namun ia mengurungkan niatnya. Kali ini ia mencoba berbicara melalui tulisan kepada adiknya. Pikirnya jika lewat tulisan bisa dibaca kapan saja, sedangkan jika via telephone bisa jadi akan lupa dengan pesan-pesan yang disampaikan seusai percakapan. Dan lagi suratnya itu bersifat nasehat, suport belajar dari seorang kakak terhadap adiknya. Tentu suratnya tidak akan ditahan oleh pengurus pondok, atau bakal dihukum gara-gara dapat surat dari lawan jenis. Kalau surat cinta dari lawan jenis baru dihukum, hik hik hik, begitulah aturan pondoknya.

*surat untuk adek

Dear, adeku tersayang
Assalamualaikum wrwb
semoga limpahan rahmat dari Allah SWT selalu tercurah untuk adeku yang sedang berada dalam penjara suci tempat orang-orang yang ikhlas dalam menuntut ilmu.
Alhamdulillah kakak sehat disini. Sebentar lagi adek akan menghadapi ujian, tidak bosan-bosanya kakak mengingatkan agar adek belajar dengan giat serta berdoa kepada Allah agar adek diberi kemudahan, sehingga hasilnya tidak mengecewakan. Tentunya tidak sekedar bagus dalam nilai yang tertulis saja, lebih baik lagi jika diterapkan dalam keseharian adek. Yaitu tingkah laku terhadap Allah (jangan lupakan yang lima waktu), terhadap guru, terhadap ortu dan sesama teman.
Kakak tahu kalau adek punya bakat yang bagus waktu adek masih belajar di rumah. Bacaan Quran adek bagus, sampai adek pernah meraih juara MTQ tingkat kabupaten. bahkan pernah ikut tingkat karasidenan. Coba dikembangkan lagi bakat yang ada, jangan jadi pemalu untuk hal-hal yang baik. Tanamkan rasa percata diri selagi itu baik. Kapan kita maju jika tidak ada rasa percaya diri, so PD itu perlu. Ingat itu dek!!!
Jauh-jauh dari rumah ke pondok tujuan adek adalah untuk menuntut ilmu, tidak sekedar main dan menambah teman, jadi manfaatkan kesempatan itu dengan baik. Dan yang paling penting adalah kesadaran, perasaan butuh, haus akan ilmu, bahwa ilmu itu penting untuk kehidupan sekarang dan yang akan datang. Jika seseorang telah memiliki kesadaran untuk berbuat sesuatu maka tanpa disuruh pun ia aka ikhlas menjalaninya. Contoh jika kesadaran adek untuk belajar tumbuh dari diri sendiri, tanpa digedor-gedor oleh bagian keamanan pun adek akan menjalaninya dengan semangat. So mulai sekarang jangan loyo lagi.
CAYO!!! SEMANGAT!!!
Kapan lagi nyenengin ayah-ibu kalau tidak sekarang, dengan rajin belajar.
Kiranya cukup dulu dari kakak...jika adek lagi malas belajar, baca kembali tulisan kk ini. Semoga kesadaran dan semangat belajar selalu ditanamkan dalam diri adek. Amiin yrb.
Wassalamualaikum wrwb.
Kak Tia

***

Dilipatnya dengan rapi surat tersebut dan siap diposkan.
Adik-adiknya adalah penyemangat baginya, ia berusaha menjadi contoh yang baik bagi mereka. Walau pun tidak bisa jadi yang terbiak, setidaknya masuk kategori baik, minimal tidak jelek-jelek amat. Ayahnya yang bertuga di luar Jawa sehingga jarang sekali bertemu, namun pesan-pesannya selalu terngiang. Yang sering ayahnya tekankan adalah hati-hati dalam bergaul, pandai-pandailah memilih teman. Jika bergaul dengan mereka yang suka wewangian setidaknya akan kecipratan wanginya, sedangkan jika bergaul dengan mereka yang berbau busuk bisa jai ketularan bau busuknya. Pesanya yang lain adalah kasi contoh yang baik buat adik-adik.
Lumayan lama ia tidak bertemu dengan ibunya, rasanya sudah kangen ingin bercakap-cakap dengan ibunya. Kali ini ia menghabiskan liburnya di rumah. Tiga hari cukup untuk mengobati kangenya pada kampung halaman.
"Gimana kegiatanmu sekarang nak?", tanya ibunya.
"alhamdulillah bu, lancar", jawabnya.
Sambil menikmati hawa sore keduanya melanjutkan percakapan.
"Bentar lagi adkmu ujian, coba Tia hubungi Bintang sekedar sekedar kasi semangat belajar"
"Tia sudah kirim sutat buat adek",ucap tia.

Bu Hayat melanjutkan perkataanya, sedangkan putrinya menyimak dengan khidmat.
"Tia tahu kenapa ayah memberimu nama Mutiara?, walau pun tersimpan di dasar laut mutiara akan tetap dicari"

*****

By Shine pearl

Thursday, May 14, 2009

Syukron laka ya Aby

Dzulhijjah 1428 H

I was doing hajj together with my father, subhanallah, walhamdulillah ayahku mengajariku tentang tata cara dalam praktek ibadah haji.
for about a week i was together with my beloved aby (7-12-1428 s.d 12-12-1428), after long long time we were not staying together then dipertemukan dalam sebuah rangkaian ibadah yang pastinya sangat didambakan oleh setiap muslim/muslimah.

Haji ifrad (because we were staying near makkah)
1. Mandi untuk berihram
2. Sholat dua rakaat, niat sholat untuk ihram
3. Sampai miqot niat berihram untuk haji
4. Tiba di masjid Al haram melaksanakan tawaf qudum dan sa'i tanpa tahalul
5. Mabit di Mina ( bermalam di Mina) hingga menjelang waktu subuh
6. Melanjutkan perjalanan ke Arafah untuk wukuf di Arafah hingga terbenamnya mata hari. Waktu yang afdol untuk berdoa adalah ba'da dzuhur. Di Arafah ini sholat dzuhur dan ashar dikumpulkan dalam satu waktu, dilaksanakan pada waktu dzuhur (jamak taqdim). Arafah merupakan salah satu tempat yang mustajab untuk berdoa. Bagi umat muslim yang sedang melaksanakan ibadah haji disunahkan untuk tidak berpuasa pada hari Arafah (9 Dzulhijjah), sebaliknya bagi umat muslim yang tidak sedang melaksanakan ibadah haji disunahkan untuk berpuasa pada hari itu. Di Arafah terdapat gunung yang dinamakan Jabal Rahma.

MasyaAllah ini merupakan perkemahan sedunia yang pernah aku alami dimana para pesertanya mengenakan baju seragam putih-putih bagi yang laki-laki, tentunya ada aturan tersendiri pada baju yang dikenakan oleh para jamaah, tidak sekedar berwarna putih. Sedangkan bagi perempuan boleh memakai baju yg disukai asalkan suci. perkemahan ini mengingatkanku ketika masih duduk di bangku sekolah. Pada hari pramuka (14 Agustus) biasanya diadakan perkemahan tingkat kabupaten atau tingkat kecamatan yang para pesertanya dari mulai siaga, penggalang, penegak hingga pandega dengan mengenakan seragam pramuka berwarna coklat. dalam perkemahan pramuka dipenuhi dengan kegiatan yang melatih mental, kemandirian serta kedisiplinan. Sedangkan dalam perkemahan tingkat dunia di Arafah dipenuhi dengan dzikir dan doa kepada Allah SWT.

7. Mata hari mulai terbenam, para jamaah bergegas meninggalkan Arafah untuk melanjukan perjalanan menuju Musdalifah. Sholat maghrib dan isya dikumpulkan dalam satu waktu, dilaksanakan pada waktu isya (jamak ta'khir). Bermalam di Musdalifah sambil mencari batu-batu kecil yang akan digunakan untuk melempar jamarat.
8.Ini adalah hari idul adha (10 Dzulhijjah), jamaah haji hendak melakukan jumroh aqobah, melempar jamarat hanya pada satu tempat (jamarat al ula/small jamarat).Tujuh batu dilemparkan satu per satu sambil mengucapkan "bismillahi Allahu akbar" pada setiap lemparan. Ketika melempar hendaknya mendekat ke tempat pelemparan dan tidak boleh dengan nafsu. Sesudah melakukan tujuh lemparan lalu menepi, menghadap kiblat sambil mamanjatkan doa kepada Allah SWT, kemudian tahalul(mencukur rambut), ini disebut tahalul awal. Naahhh setelah tahalul ini para jamaah boleh melakukan hal-hal yang dilarang ketika dalam keadaan ihrom, kecuali hub pasutri dan permulaanya.
9. jamarat dan tahalul telah dilaksanakan, segera melanjutkan perjalanan menuju masjid Alharam untuk melaksanakan tawaf ifadah (tawaf haji). Dalam hal ini tidak boleh diwakilkan karena tawaf ifadah merupakan salah satu dari rukun haji. Ba'da tawaf ifadah tidak lagi menjalankan sai karena telah dilaksanakan setelah tawaf qudum, setelah Ini disebut sebagai tahalul tsani.
10. Melanjutkan perjalanan ke Mina (mabit di Mina)
11. Tanggal 11 DZulhijjah melempar tiga jamarat : Jamarat ula, jamarat wusto, jamarat kubro (Small jamarat, midle jamarat, big jamarat). Waktu yang afdol adalah ketika tergelincirnya matahari (ba'da dzuhur).
12. Malamnya masih menginap di Mina. siang hari tanggal 12 Dzulhijjah melempar tiga jamarat, waktunya sama seperti halnya jamarat yang dilakukan pada tanggal 11 Dzulhijjah.
13. Bagi yang mengambil nafar awal, setelah selesai melempar jamarat pada tanggal 12 Dzulhijjah segera meninggalkan Mina, maka selesai sudah perjalanan hajinya. Namun bagi yang mengambil nafar tsani, pada malam 13 Dzulhijjah masih harus menginap di Mina karena pada siang hari harus melempar jamarat seperti yang dilakukan pada tanggal 11 Dzulhijjah dan 12 Dzulhijjah.

Selesai sudah perjalanan haji ifrad, tidak diwajibkan memebawa binatang sembelihan, umumnya dilaukan oleh penduduk yang tinggal dekat kota Makkah.

Alhamdulillah.... gak nyangka bisa melaksanakan rukun islam yang ke lima, bareng sama abah pula, padahal umi saja belum. Ibadah yang harus bener-bener siap fisik dan mental.
Tak kan terlupakan berjalan kaki dari Arafah hingga masjid Alharam, cape memang namun penuh nikmat. Rasa cape itu hilang ketika ingat kepada Allah SWT, ini adalah perintah_Nya. Melakukan perjalanan sambil bertalbiah rasanya Allah begitu dekat banget...ketika itu segala urusan dunia benar-benar terlupakan.

Abah...matur nuwun sanget...telah mengajariku dan mengajakku melaksanakan rukun islam yang kelima yang menjadi dambaan bagi setiap umat islam. "love you so much abah".

Ya Allah panggillah ummy agar dapat mengunjungi ka'baetullah, Semoga umi dapat menyusul untuk melaksanakan rukun islam yang kelima. Amiin yrb.

Apa pesan abah before and after finishing ritual hajj????
Pesannya cukup berat bagiku, Abah bilang "ini bukan sembarang ibadah", bisakah menjaga diri usai melaksanakan ibadah haji?, ibaratnya sesuatu yang telah dikunci, dalam artian dikunci untuk tidak melakukan hal-hal yang jelek, walau pun tidak bisa berubah total tapi setidaknya dikurangia, alngkah lebih baik lagi jika bisa mininggalkan hal-hal yang jelek dan lebih mendekatkan diri kepada ilah.

*****

Monday, May 11, 2009

saudariku

> Saudariku yang tercinta
> Masihkah engkau ingat kapan terahir kali engkau mengusap air mata di matamu?
> Air mata penyesalan, air mata kesediha, air mata ketakutan, air mata pengharapan?
> Sudahkah engkau menitikan dan mengalirkan air mata atas dosa-dosamu?
> Dosa memfitnah?
> Dosa adu domba?
> Dosa matamu yang khianat?
> Dosa meninggalkan sholat?
> Dan dosa-dosa yang lainya?
> Apakah engkau telah meneteskan air mata sebelum datangnya penyesalan dan perhitungan?
> Sudahkah engkau mengusap sebelum matamu berbicara?
> Sudahkah engkau mengusapnya sebelum nyawa tercabut dari raga?

* sent by Hfmac

Sunday, May 10, 2009

new member

Bismillaahirrahmaanirrahiim